06 November 2007

Jalanan Ibu Kota Makin Tak Nyaman


Pembangunan sejumlah koridor jalan untuk jalur Bus Transjakarta telah menambah parah kemacetan di jalanan Ibu Kota akibat lajur jalan kian menyempit. Lihat saja pembangunan jalur busway di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, yang kini mulai menuai kemacetan.


Sebagian pengendara mobil yang tiap hari melintasi kawasan ini hanya bisa pasrah karena merasa tidak punya pilihan lain.Tak hanya kendaraan roda empat, pengemudi sepeda motor pun kini tak lagi merasakan kenyamanan saat berada di jalan raya. Lihat saja Sukron, yang harus berangkat pagi-pagi sekali dari rumahnya di Ciledug, Tangerang, Banten, agar bisa sampai di kantornya di kawasan Gatot Subroto, Jaksel.Baru berjalan beberapa menit saja, Sukron sudah harus bertemu kemacetan di kawasan Ciledug Raya.

Untuk menghindarinya, Sukron memilih jalan tikus dengan menembus ke wilayah Joglo. Tapi, lagi-lagi kemacetan tetap ditemui di sepanjang kawasan Srengseng. Sukron pun terpaksa berjalan zig-zag di antara mobil-mobil dan bersaing dengan ratusan atau mungkin ribuan sepeda motor lainnya.Pengendara lain yang tidak sabar mengambil lajur berlawanan demi memburu waktu meski bisa membahayakan keselamatan mereka.


Di perempatan Pengumben, kemacetan semakin parah dengan adanya pembangunan jalur busway. Kerja keras polisi dan petugas Dinas Perhubungan Jakarta tetap sulit mencegah kemacetan. Kemacetan ini tentu saja membuat waktu tempuh menjadi lebih lama. Jarak 21 kilometer dari rumah ke kantornya ditempuh Sukron dalam waktu 45 menit hingga satu jam.


Pesatnya pertambahan jumlah kendaraan yang tak seimbang dengan daya tampung jalan memang menjadi faktor utama penyebab kemacetan di Jakarta. Sampai Oktober 2007, jumlah sepeda motor di Jakarta mencapai 5,7 juta unit, sedangkan mobil 1,8 juta unit. Karenanya, mengatur keseimbangan jumlah kendaraan dan daya tampung jalan adalah salah satu solusi mengatasi kemacetan.


Masalah ini harus segera dipecahkan Pemprov DKI Jakarta. Sebab, kemacetan tak hanya merusak kenyamanan pengemudi, tapi juga menimbulkan kerugian ekonomi yang luar biasa. Penelitian yang dilakukan berbagai pihak menunjukkan, tahun ini saja pemborosan bahan bakar minyak baik mobil maupun motor mencapai angka Rp 8,2 triliun. Ini dengan perhitungan jumlah kendaraan yang terjebak kemacetan tiap hari kerja sebesar 6 juta unit.


Sedangkan kerugian terbesar adalah terbuangnya waktu karena berkurangnya jam kerja akibat terjebak kemacetan yang mencapai Rp 20,3 triliun. Tak hanya kendaraan pribadi, angkutan penumpang umum juga menderita kerugian Rp 2,3 triliun.


Sedangkan kerugian kesehatan dan memburuknya kualitas lingkungan masing-masing mencapai Rp 5,4 triliun dan Rp 5 triliun. Dengan pemborosan sebesar itu, Pemprov DKI Jakarta tampaknya harus berpikir keras menyelesaikan kemacetan yang menghambat jalannya roda perekonomian Ibu Kota. Jika tidak, kota ini akan kehilangan daya saing dibandingkan kota-kota besar di negara lain.



*diambil dari www.liputan6.com

Tidak ada komentar: